Desa Adat Tanjung Benoa terletak di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Nama "Tanjung Benoa" berasal dari kata "Tanjung" yang berarti daratan yang menjorok ke laut, dan "Benoa" yang diyakini berasal dari kata "Benua", nama pelabuhan kecil yang ramai dikunjungi pedagang Tiongkok pada abad ke-16. Seiring waktu, pelafalan "Benua" berubah menjadi "Benoa".
Pada masa lalu, Tanjung Benoa merupakan pelabuhan penting yang menjadi pusat perdagangan antara pedagang Tiongkok dan penduduk lokal Bali. Barang-barang seperti keramik dan hasil bumi diperdagangkan di pelabuhan ini. Bukti keberadaan komunitas Tionghoa di Tanjung Benoa dapat dilihat dari Klenteng Caow Eng Bio, klenteng tertua di Bali yang terletak di Jalan Segara Ening 14, Banjar Adat Darmayasa.
Seiring perkembangan zaman, Tanjung Benoa bertransformasi dari kampung nelayan menjadi destinasi wisata bahari yang populer. Keindahan pantai dan lautnya menarik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk menikmati berbagai aktivitas olahraga air seperti banana boat, scuba diving, parasailing, dan lainnya.
Desa Adat Tanjung Benoa terdiri dari lima lingkungan banjar, yaitu Banjar Kertha Pascima, Banjar Purwa Santhi, Banjar Anyar, Banjar Tengah, dan Banjar Panca Bhinneka. Masyarakatnya terdiri dari berbagai etnis, termasuk Bali, Tionghoa, Bugis, Jawa, dan Palue, yang hidup berdampingan dengan harmonis.
Dalam upaya pelestarian budaya, Desa Adat Tanjung Benoa aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan adat dan budaya, seperti perayaan Bulan Bahasa Bali, serta melestarikan tradisi dan upacara keagamaan yang menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat.